Tema: Santri yang Sedang Mencari Jatidiri
Kisah ini aku tulis dari luapan emosi yang ku simpan. Emosi yang menggetarkan jiwa. Teruntukmu ayah ..., kupersembahkan kisah ini, aku hanya ingin engkau tahu, bahwa aku tidak ingin mengecewakanmu.
Teringat dibenakku saat ayah menangis kepadaku, memintaku untuk tidak menerima tawaran beasiswa dari beberapa sekolah terkemuka, "Ayah mohon nak..., jangan lanjutkan penerimaan beasiswa itu, demi ayah. Bukannya ayah tidak menyayangimu, justru karena ayah menyayangimu, ayah tidak ingin jauh darimu, Jember-Malang bukanlah jarak yang dekat. Masuklah pesantren nak..., agar ayah bisa tidur nyenyak dan tidak bingung memikirkan anak gadisnya." Ucap ayah menangis, memohon.
"Baiklah ayah, akan kulakukan." Ucapku dengan nada pasrah dan terpaksa, karena ini adalah kesekian kali ayah memohon padaku.
Hari itupun tiba...
Hari dimana aku berangkat menuju pesantren. Saat itu perasaanku bercampur aduk, sedih karena kekecewaanku pada ayah, senang karena ayah tersenyum bahagia. Namun di dalam benakku sudah kutanamkan bahwa "Ridlo Allah ada di ridlo orang tua". Dan, ayahku berpesan, "Nak..,yang pintar ya. Doakan ayah, kerjakan yang ingin kamu kerjakan, gerbang kesuksesan telah menantimu." Dan sejak itulah ayah meninggalku di sini. (dipondok).
Awalnya aku bahagia disini, di pesantren pilihan ayah, dan berpikir enak di pondok, kerjanya cuma belajar doank. Ternyata dugaanku salah. Setelah 3 hari di pondok hidupku terasa terombang-ambing, senior mulai bertindak semena-mena. Aku yang merupakan mantan pelajar (luaran) selalu dipandang sebelah mata, dicaci, dimaki, disisihkan. Beginikah kehidupan di pondok...? bahkan lebih parah dari kehidupanku sebelumnya sebagai seorang pelajar (luaran).
Baru kali ini aku menemukan hukum rimba, dimana yang kuat yang berkuasa dan bertahan. Dan yang lemah sepertiku hanya ditindas dan berantakan.
Ayah..., andai engkau tahu aku disini dijadikan bulan-bulanan oleh mereka. Sakit ayah, sakit..., jiwa dan ragaku sudah lelah menerima ocehan mereka. Apakah disini pesantren ayah...? Apakah mereka itu seorang santri...?
Aku hanya bisa menangis, meratapi, dan bertanya apa salahku? hingga mereka berlomba-lomba mencaciku, menyindirku. Apakah mereka bahagia melihat aku menangis? __ ayah, katakan, apa yang harus kulakukan?
Jika bukan karenamu Ayah, aku tak bisa bertahan, saat mereka ingin muntah dihadapanku dan mengataiku tidak lebih dari binatang yang najis. Aku hanya bisa menangis dan bertanya pada diriku sendiri, bukankah Allah menciptakan manusia dengan sempurna dan terlahir suci? Aku hanya bisa menangis dan nyaris pingsan karena kelelahan menangis ketika teman-teman sekelasku iri padaku dan mengataiku dengan sindiran-sindiran tanpa henti sampai pulang sekolah hanya gara-gara aku mendapatkan sebungkus nasi lalapan karena aku mendapatkan nilai terbaik di kelas. Guruku hanya menatap iba kepadaku pada waktu itu.
... ayah aku ingin pulang, sudahlah, ayah akhiri saja semua ini. Aku lelah ayah. Sangat lelah. Tapi aku juga tidak ingin mengecewakanmu. Aku yakin ayah pasti kecewa bila aku berhenti atau pindah dari sini.
Inikah balasan baktiku padamu? "... Sabar...sabar...sabar!" hanya itu saja yang kau ucapkan saat aku bercerita tentang kehidupan baruku disini. Tapi sampai kapan aku harus bersabar? ayah , mereka takkan bisa berhenti mencaciku.
Dan yang tak bisa kulupakan, saat mereka berkata "Pelajar bisanya cuma Bahasa Inggris, coba tanya Bahasa Arab, pasti tidak tahu !" (tetapi) kata-kata itu pula yang telah memacuku untuk belajar Bahasa Arab.
Kini semua seakan menjedi dilema, antara bertahan atau menyerah. Jika aku menyerah, bagaimana dengan ayah? ayah pasti kecewa, kekecewaan Ayah adalah neraka bagiku. Jika aku bertahan, apa mereka bisa berhenti membenciku?
Tapi, tenanglah Ayah !, aku takkan memaksakan kehendakku. Telah kuserahkan semuanya kepada Allah. Jika kesuksesanku disini, maka aku akan bertahan. Jika aku menyerah, maka disini bukanlah kesuksesanku.
Teruntuk ayah...
ayah...
terimakasih semuanya...
aku bahagia berada disini
kehidupan baruku memberiku sebuah arti
betapa pentingnya hadirmu untukku
ayah...
andai ayah tahu bagaimana aku disini
andai ayah mengerti perjuanganku disini
sakit ayah..... sakit...
ketika aku mendengar cacian mereka
Apa salahku ayah? hingga mereka membuatku menangis
Ayah...
maafkan aku
mungkin ini mengecewakanmu
tapi juga menyakitkan aku
Teruntuk dirimu...Ayah.
Ingin Menjadi Contributor di Website ini ? Kunjungi Halaman Berikut Kirim Tulisan
Kirim Tulisan mu dan Jadikan lah sebagai Motivasi Untuk Orang Lain
Jika tidak mampu menulis kitab yang bermanfaat seperti ulama. Setidaknya buatlah postingan yang bermanfaat dan hikmah.
"My Teacher "
5 comments
commentsjangan pernah menyesali apa yg kamu dapat, sesungguhnya Allah telah mempersiapkan sekenario terbaik untuk mu ^_^ barakallahu fiikum
ReplyJember-Malang (Seperti kisah pelajar Gontor). Tapi Subkhanallah, sangat menginspirasi. Hampir mirip kisah saya Kendal-Bogor. Barakallah untuk siapapun yang menulis ini.
ReplyTeruslah berjuang Walau hidup tak bisa ditebak , Fight until the death comes
Replyalhamdulillah, it makes me cry, so pity you are, may allah bless you
Reply